Jember (pewarta-jatim.com) - Universitas Jember
mengukuhkan tiga orang profesornya. Mereka adalah dua orang profesor dari
Fakultas Ilmu Budaya, yakni Prof. Drs. Nawiyanto, MA., Ph.D., sebagai profesor
dalam bidang sejarah ekonomi dan ilmu lingkungan pada Jurusan Sejarah, dan
Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum., profesor dalam Ilmu Sastra Indonesia pada
jurusan Sastra Indonesia. Serta Prof. Dr. Ir. Bambang
Sujanarko, M.M., profesor dalam bidang Teknik Elektro pada Jurusan Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Jember. Ketiganya dikukuhkan oleh Rektor,
Drs. Moh. Hasan, M.Sc., PhD dalam rapat terbuka senat Universitas Jember di
gedung Soetardjo (12/10).
Dalam sambutannya, Rektor
mengharapkan agar para profesor yang baru dikukuhkan dapat menjadi lentera bagi
program studinya dan lingkungan sekitarnya. “Keberadaan seorang profesor harus
mampu membawa dampak positif bagi pengembangan keilmuan, menjadi pembimbing
bagi kolega dan guru bagi mahasiswanya,” urai Moh. Hasan. Rektor lantas
menegaskan bahwa Universitas Jember terus mendorong dan memberikan fasilitas
bagi para dosen agar mampu mencapai jabatan akademik tertinggi, yakni profesor.
“Kami mengapresiasi para profesor yang hari ini dikukuhkan, karena jabatan
profesor diraih dengan kerja keras dan penuh pengorbanan,” tambahnya lagi.
Profesor Sejarah Ekonomi
dan Lingkungan Pertama di Indonesia
Profesor pertama yang dikukuhkan
adalah Prof. Nawiyanto. Istimewanya, pria asal Klaten ini tercatat sebagai
profesor bidang sejarah ekonomi dan lingkungan yang pertama di Indonesia. Dalam
bincang-bincang dengan tim Bagian Humas dan Protokol yang dilakukan sehari
sebelumnya, Nawiyanto menjelaskan jika pilihan menekuni sejarah ekonomi dan
lingkungan tidak lepas dari posisi Kampus Tegalboto yang berada di Jember yang
merupakan daerah pertanian dan perkebunan. “Saat menempuh kuliah master dan
doktoral di Australian National University, setiap kandidat diminta untuk
meneliti bidang yang memiliki kaitan langsung dengan kondisi di Indonesia. Karena
saya bekerja di Universitas Jember, maka saya tertarik menekuni bidang sejarah
ekonomi dan lingkungan,” ujar dosen yang desertasinya mengenai sejarah
perkebunan dan pertanian di Besuki ini.
Ternyata pilihan menekuni bidang
sejarah ekonomi dan lingkungan membawa Nawiyanto kepada jabatan akademik
tertinggi di perguruan tinggi, sebagai profesor. Dalam pidato ilmiahnya
berjudul “Historiografi Lingkungan : Konteks, Praktek Dan Prospeknya Di
Indonesia”, Nawiyanto menjelaskan apa, bagaimana dan manfaat bidang studi
sejarah ekonomi dan lingkungan. “Bidang ini memang baru berkembang di Indonesia
pada era tahun 1990-an, namun memiliki signifikansi dengan kondisi Indonesia
yang merupakan negara agraris dan rawan bencana,” ujar bapak satu putri ini.
Nawiyanto lantas mencontohkan
manfaat kajian sejarah ekonomi dan lingkungan, di bidang sejarah bencana alam
yang kerap melanda Indonesia. Kajian mengenai sejarah bencana alam dapat
menjadi lonceng peringatan yang diharapkan membangun kesadaran masyarakat,
sekaligus menjadi reservoir kearifan sejarah. “Jika selama ini sejarah lekat
dengan masa lalu, maka sejarah ekonomi dan lingkungan selalu terkait dengan
masa kini dan membuka kolaborasi dengan disiplin ilmu lainnya,” tambahnya lagi.
Prof. Novi Anoegrajekti :
Gandrung Akan Kesenian Gandrung
Profesor kedua yang dikukuhkan hari
itu adalah Prof. Novi Anoegrajekti yang berasal dari Jurusan Sastra Indonesia
FIB Universitas Jember. Guru besar yang akrab disapa Mbak Novi ini terkenal
sebagai peneliti kesenian dan budaya Using. Tidak heran jika di upacara
pengukuhannya, hadir para seniman dan budayawan dari Banyuwangi, salah satunya
budayawan Using senior Hasnan Singodimayan. Boleh dikata Novi adalah profesor
yang gandrung akan kesenian gandrung dari Banyuwangi. Prof. Novi membacakan
pidato ilmiah berjudul “Optimalisasi Seni Pertunjukan, Kontestasi Negara,
Pasar, Dan Agama”.
Profesor kelahiran Malang ini lantas
memaparkan tulisan ilmiahnya mengenai hubungan antara negara, pasar dan agama
dengan budaya Using. Ada lima kesenian Banyuwangi yang ditelitinya, yakni
gandrung, kuntulan, janger, barong, dan mocoan. “Kelima seni pertunjukan tadi memiliki
kualitas relasi dengan negara, pasar, dan agama secara beragam. Banyuwangi
menempatkan kelima seni pertunjukan sebagai identitas wilayah untuk mendukung
pariwisata,” jelas Novi.
Sebagai simpulan, menurut Novi lima
seni pertunjukan Banyuwangi memiliki dinamika yang beragam. Hanya janger yang
sengaja dicipta sebagai seni pertunjukan teater tradisional. Gandrung pada
mulanya sebagai media perjuangan, kuntulan dan mocoan menjadi media dakwah
Islam, dan barong sebagai media ritual. Negara menempatkan seni pertunjukan
sebagai identitas wilayah yang mendukung pariwisata. Kehadiran negara
diperlukan untuk memproteksi dan mengadvokasi, utamanya yang berkaitan dengan
ketentuan kontrak atau perjanjian kerja dengan pemodal. “Dalam kaitannya dengan
agama, pelaku seni merindukan kehadiran pemuka agama atau ulama yang
berbelarasa,” tambahnya.
Elektronika Daya Untuk
Energi Terbarukan
Profesor ketiga yang dikukuhkan
adalah Prof. Bambang Sujanarko. Guru besar di bidang elektronika daya ini
menjelaskan mengenai masa depan konsumsi energi di Indonesia. Menurut Bambang
Sujanarko, konsumsi energi listrik di Indonesia akan makin membesar sejalan
dengan perkembangan ekonomi Indonesia. “Problemanya, sumber energi listrik yang
kita pakai 89 persen berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak dan
batubara, hanya 11 persen yang berasal dari energi terbarukan,” tutur bapak dua
anak ini.
Dalam pidato ilmiahnya yang berjudul
“Peran Elektronika Daya Dalam Peningkatan Efisiensi Energi Listrik Dan
Implementasi Energi Terbarukan”, Bambang lantas menawarkan penggunaan
pembangkit listrik yang memanfaatkan energi air, angin, sinar matahari, ombak
dan lainnya. “Masalahnya, energi terbarukan seperti air, angin, sinar matahari
dan lainnya memiliki karakteristik yang tersebar, variatif dan fluktuatif,
sehingga perlu sistem yang dapat mengintegrasikan, mengkondisikan, dan
menstabilkan energi listrik hasil konversi. Nah di sinilah elektronika daya
berperan,” ujar profesor asal Nganjuk ini. (iim/hen)
Posting Komentar